Inspirator MWF, Ibu Masudah - Sutaman Kajen

Kiri: Masudah (31/12/1946 - 07/04/2020) | Kanan: Sutaman (01/01/1936 - 16/05/1999)

Ibu Masudah adalah putri ke 4 dari 7 bersaudara keturunan Kyai Muzayyin bin Abdul Hadi Kajen. Masudah menjalani pendidikan formalnya di Madrasah Mathaliul Falah Kajen sampai jenjang Tsanawiyah dan menikah dengan Sutaman, sosok sederhana dari desa Pekalongan yang juga pernah nyantri di desa Kajen. Keduanya sama-sama murid dari Mbah Abdullah Salam dan Kyai Sahal Mahfudz.

Masudah yang berprofesi guru TK, sehari-harinya hidup secara sederhana dengan para putra-putrinya yang berjumlah 10 orang. Meski hidup secara pas-pasan bahkan kurang secara ekonomi, semangat untuk mendidik anak-anaknya agar memiliki pendidikan yang cukup selalu ditanamkan karena nantinya ilmu dan pengetahuan akan menjadi bekal di masyarakat nanti. 

Menurut cerita anak-anaknya, ibu Masudah merupakan sosok yang tangguh dan sangat peduli secara sosial. Banyak sekali pesan yang diajarkan pada anak-anaknya tentang kesabaran, kepedulian dan kecintaan akan ilmu. Di usianya yang sudah berumur, Masudah masih sempat menyelesaikan kuliah dengan meraih gelar D3 di IAIN Walisongo Semarang. Tidak heran beberapa putra-putri Masudah banyak menjadi penghafal al-Quran dan sebagian lain menjadi sarjana dan guru. Ibu Masudah wafat pada hari Selasa 7 April 2020 M. / 13 Syaban 1441 H.

Suami Masudah, Sutaman juga merupakan seorang pecinta ilmu dan pecinta ulama karena menghabiskan masa mudanya menjadi santri di Desa Kajen hingga mempertemukannya dengan sang istri. Sahabatnya, Syahri Ismail yang juga dari Pekalongan Winong memperistri Siti Maryam yang merupakan kakak kandung dari ibu Masudah. Sutaman bin Nurhadi bin H. Asyari bin Singo, selain punya keahlian dalam ilmu agama seperti ilmu Faraidh (ilmu waris) shorof dan bahasa Arab, ia populer di wilayah Kajen dengan keahlian mereparasi jam yang ia pelajari secara otodidak. Kesibukan sehari-hari selain mengajar, Bapak Sutaman menjadi imam Masjid desa Kajen untuk shalat Dzuhur, Ashar dan Subuh, sekaligus selalu memastikan tiap jam dinding yang terpasang di dalam masjid dapat berfungsi dengan normal. Sutaman wafat pada Ahad legi tanggal 30 Suro 1420 H/16 mei 1999 M.

Berikut beberapa pesan dan pelajaran ibu Masudah dan bapak Sutaman kepada anak-anaknya:

  • Ketika aku mati, kursi roda yang aku pakai jangan dikasihkan orang dan jangan dijual, tapi silahkan dipinjamkan.
  • Sangat suka anak-anaknya menjadi guru. Guru apa saja tidak masalah yang penting menyebarkan ilmu.
  • Ketika punya rumah usahakan memiliki tempat ibadah khusus agar kalau ada yang numpang shalat tersedia.
  • Selalu usahakan bersyukur dengan nikmat sekecil apapun
  • Meski sibuk bekerja, tetap ingat hak-hak anggota badanmu seperti mata yang butuh istirahat.
  • Tidak membeda-bedakan anak atau menantunya, jika salah akan dibilang salah, meski anaknya sendiri.
  • Mencintai Al-Quran
  • Usahakan mengajarkan ilmu yang dimiliki agar manfaat
  • Jangan sombong
  • Sedekah tidak harus banyak, meski punya sedikit tetap harus selalu ingat memberi.
  • Amalkanlah ilmumu dengan mengajar, nanti akan pintar sambil berjalan.
  • Barokah itu ibarat mancing ikan, umpannya kecil tetapi dapetnya besar. Seperti menjadi guru yang ikhlas, meski gajinya kecil tetapi yakin saja balasan di balik itu besar.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama